Perkara yang tidak kita ragukan lagi, bahwa kebanyakan manusia terhalang dari kebenaran bahkan tetap dia diatas kebatilannya, disebabkan adanya kesombongan pada dirinya, dan diantara contoh yang paling jelas dalam perkara ini yakni iblis, maka kisah iblis yang sebutkan dalam Al-qur’an, terkait dengan penolakannya terhadap perintah Allah taala.
Maka ini sejelas jelas dalil yang menunjukkan bahwa, terhalangnya mahluk itu dari kebenaran disebabkan adanya kesombongan pada dirinya, iblis pun juga tau ini sah seratus persen perintah Allah, dan ini shahih dan ini adalah wahyu dari Allah, sama dengan malaikat, sama-sama tidak ada keraguan sedikitpun, iblis juga mengetahui tentang itu.
Hanya saja mulailah disini hawa berbicara, mulailah hawa dan perasaan berbicara, karena itu banyak orang tersesat dari kebenaran tatkala hawanya, perasaannya, lalu diikuti oleh akalnya, berusaha mencari-cari celah dan kilah, mengakal-akali kebenaran yang datang, maka mulailah iblis berfikir, sebagaimana dibisikkan oleh hawanya, bahwa “saya lebih senior”, jelas seperti itu, “saya lebih senior”, karena lebih dahulu hidup dari pada nabi adam alaihissalam, dan lebih dahulu dalam beribadah kepada Allah, dan mungkin lebih berilmu dari pada nabi Adam tatkala itu, karena diakan baru saja diciptakan, belum Allah ajarkan ilmu-ilmu.
Ditambah lagi iblis mulai melihat kepada derajat dan status, maka keluarlah darinya ungkapan ujub, “ana khoirum minhum” saya lebih baik daripada dia, dan dia kemukakan alasannya, yang menurutnya itulah alasan yang paling tepat untuk menyatakan dia lebih tinggi satu ranting dan lebih dahulu satu langkah, daripada nabi adam, dan alasan yang dia lihat adalah status dirinya, bahwa “Kholaqtani minnar” Engkau menciptakan aku dari api, dan diikuti hal itu dengan meremehkan, mulailah dia meremehkan status nabi Adam, “Kholaqtahu min tiin” sedangkan dia hanyalah dari tanah.
Yang menurut iblis bahwa tanah itu rendah, dan api lebih muia daripada tanah, ini yang berbicara hawanya dan dipengaruhi logikanya, sehingga hawa kalau telah menguasai logika mulailah mencari-cari pembenaran, seperti itu setiap logika akal yang telah dikuasai oleh hawa dan perasaan, maka mulailah mencari-cari pembenaran padahal tidak ada sebenarnya jalan pembenaran bagi dia, tapi mulai mencari-cari, dan mulailah dia merasa rasa, “masa saya pula yang sujud, gak benar ini, salah ini”.
Begitulah hari ini mulailah menyalahkan hadist, mulailah menyalahkan ayat, menyalahkan manhajnya para sahabat, mulai disalahkan karena menurut akalnya yang telah diselimuti hawa, nah ini tidak benar ni, yang seharusnya begini, nah disini pentingnya yakninya beragama mengikuti cara beragamanya malaikat, yakni tatkala telah jelas dalil kebenaran maka jangan beri peluang hawa untuk menguasai akal, karena tatkala diberi peluang, apalagi ditambah dengan bisikan syaiton maka dipastikan ujungnya adalah akan menolak kebenaran yang datang.
Maka dua sikap beragama yang disebutkan diatas sikap beragamanya malaikat dan sikap beragamanya iblis, maka sikap beragamanya malaikat itulah yang terbaik, sami’na wa’atokna, langsung menerima dan mentaati perintah tatkala telah diketahui kesohihannya kebenaran, adapun iblis berusaha mencari celah dan mengakal akali wahyu bahkan membuat buat alasan agar mendapat pembenaran agar dengan itu dia bisa menolak kebenaran.
Komentar
Posting Komentar